Akhirnya hari ini Kapolri mengumumkan identitas asli orang yang diduga sebagai Noordin M Top, Sabtu pekan lalu.
Kini jelas sudah, ternyata jenazah yang bersembunyi di dalam rumah di
Temanggung Jawa Tengah, itu ternyata bukan Noordin M Top, melainkan Ibrohim.
Polisi butuh waktu lebih dari 17 jam, 600 anggota tim antiteror
Detasemen Khusus 88, ratusan peluru yang dimuntahkan, serta tak kurang
dari lima bom berdaya ledak rendah untuk melumpuhkannya. Tapi ternyata, Ibrohim tewas akibat
satu luka di bagian punggung, yang itupun merupakan peluru pantulan.
Memang perlu kehati-hatian untuk membekuk Noordin yang dicurigai
selalu melilitkan rompi berbahan peledak di tubuhnya. Namun, andaikan
saja polisi menggunakan teknologi through-the-wall
surveillance (TWS), mungkin polisi tak perlu melalui drama
‘mencekam’ selama 17 jam untuk membekuk Ibrohim di dalam rumah.
Sesuai dengan artinya – alat mata-mata tembus dinding, teknologi TWS
mampu mengetahui lokasi dan gerak-gerik seseorang yang berada di balik
dinding rumah, baik dinding kayu, bata maupun beton.
Dengan teknologi ini, tentara atau penegak hukum bisa mengetahui
secara visual (dua dimensi maupun tiga
dimensi): berapa orang yang sedang berada di dalam rumah,
aktivitas apa yang sedang dilakukan, apakah bergerak atau diam.
Maka, alat ini sangat cocok untuk kegiatan penyelamatan penyanderaan
oleh teroris, atau penyergapan seperti kasus Temanggung, karena dapat
membantu polisi memperkecil resiko saat aksi dilakukan.
Dari jurnal yang dirilis oleh National Institute of Justice, badan
riset di Departemen Kehakiman Amerika Serikat, TWS sebenarnya sudah
mulai ada sejak lebih dari 10 tahun lalu.
Badan riset departemen pertahanan AS, Defense Advanced Research
Projects Agency (DARPA) telah menggunakan sebuah perangkat portabel
bernama Radar Scope Device di perang Irak.
Perangkat sebesar telepon dan berbobot 0,6 kg itu mampu mendeteksi
obyek manusia yang berada di balik dinding beton selebar 30 cm, hingga
jangkauan 15 meter. Belakangan, gadget yang ditenagai oleh dua baterai
AA itu diproyeksikan untuk digunakan pasukan SWAT serta penegak hukum di
negeri Abang Sam.
Kemudian DARPA juga membuat perangkat SoldierVision, yang mampu
menyediakan gambar dua dimensi yang menunjukkan obyek yang berada di
balik dinding beton dengan jarak jangkauan yang lebih besar, yakni 18
meter.
Sayangnya, ia tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh badan
sertifikasi AS FCC. Oleh karenanya dibuat perangkat RadarVision2 yang
memenuhi standar ini. Hanya saja, RadarVision2 cuma bisa mendeteksi
obyek yang jauhnya setengah dari jangkauan SoldierVision, yakni cuma 9
meter. Harganya sekitar US$ 20.000 atau sekitar Rp 200 juta.
Yang paling mutakhir, adalah perangkat besutan Camero, yang bernama
Xaver 800. Perangkat sebesar laptop itu mampu menghasilkan citra 3
dimensi dari obyek yang dipindai di balik dinding dalam jangkauan hingga
20 meter. Ia juga bisa dioperasikan dari jarak jauh, atau dibawa oleh
robot sehingga pengamat perangkat ini akan tetap terlindung dari bahaya.
Tak hanya mampu mendeteksi lokasi obyek di balik dinding, ia juga
mampu mengenali bentuk ruangan di balik dinding, tinggi maupun
pergerakan obyek yang diamati. Perangkat ini mendeteksi obyek dari balik
dinding dengan menggunakan sinyal ultra wide band (UWB)
Berdasarkan pantulan sinyal yang ia terima, ia merekonstruksikan
representasi 3 dimensinya ke dalam gambar visual. Namun, alat ini juga
punya kelemahan.
Ia hanya mampu menampilkan gambar berresolusi rendah, tidak seperti
gambar video. Tiap piksel pada teknologi TWS, tidak bisa menampilkan
gambar obyek asli secara akurat.
Maka, akan sangat sulit membedakan, apakah obyek di balik dinding
sedang menggenggam ponsel atau pistol. Ia juga tak mampu menembus dan
mendeteksi obyek yang berada di balik dinding berlapis metal. Selain
itu, ia juga
Walaupun demikian, mungkin dengan alat ini, Ibrohim bisa dilumpuhkan
lebih cepat dari 17 jam, atau bahkan mungkin bisa dibekuk tanpa perlu
membunuhnya, sehingga banyak keterangan penting yang bisa dikorek
darinya.
Akhirnya hari ini Kapolri mengumumkan identitas asli orang yang diduga sebagai Noordin M Top, Sabtu pekan lalu.
Kini jelas sudah, ternyata jenazah yang bersembunyi di dalam rumah di
Temanggung Jawa Tengah, itu ternyata bukan Noordin M Top, melainkan Ibrohim.
Polisi butuh waktu lebih dari 17 jam, 600 anggota tim antiteror
Detasemen Khusus 88, ratusan peluru yang dimuntahkan, serta tak kurang
dari lima bom berdaya ledak rendah untuk melumpuhkannya. Tapi ternyata, Ibrohim tewas akibat
satu luka di bagian punggung, yang itupun merupakan peluru pantulan.
Memang perlu kehati-hatian untuk membekuk Noordin yang dicurigai
selalu melilitkan rompi berbahan peledak di tubuhnya. Namun, andaikan
saja polisi menggunakan teknologi through-the-wall
surveillance (TWS), mungkin polisi tak perlu melalui drama
‘mencekam’ selama 17 jam untuk membekuk Ibrohim di dalam rumah.
Sesuai dengan artinya – alat mata-mata tembus dinding, teknologi TWS
mampu mengetahui lokasi dan gerak-gerik seseorang yang berada di balik
dinding rumah, baik dinding kayu, bata maupun beton.
Dengan teknologi ini, tentara atau penegak hukum bisa mengetahui
secara visual (dua dimensi maupun tiga
dimensi): berapa orang yang sedang berada di dalam rumah,
aktivitas apa yang sedang dilakukan, apakah bergerak atau diam.
Maka, alat ini sangat cocok untuk kegiatan penyelamatan penyanderaan
oleh teroris, atau penyergapan seperti kasus Temanggung, karena dapat
membantu polisi memperkecil resiko saat aksi dilakukan.
Dari jurnal yang dirilis oleh National Institute of Justice, badan
riset di Departemen Kehakiman Amerika Serikat, TWS sebenarnya sudah
mulai ada sejak lebih dari 10 tahun lalu.
Badan riset departemen pertahanan AS, Defense Advanced Research
Projects Agency (DARPA) telah menggunakan sebuah perangkat portabel
bernama Radar Scope Device di perang Irak.
Perangkat sebesar telepon dan berbobot 0,6 kg itu mampu mendeteksi
obyek manusia yang berada di balik dinding beton selebar 30 cm, hingga
jangkauan 15 meter. Belakangan, gadget yang ditenagai oleh dua baterai
AA itu diproyeksikan untuk digunakan pasukan SWAT serta penegak hukum di
negeri Abang Sam.
Kemudian DARPA juga membuat perangkat SoldierVision, yang mampu
menyediakan gambar dua dimensi yang menunjukkan obyek yang berada di
balik dinding beton dengan jarak jangkauan yang lebih besar, yakni 18
meter.
Sayangnya, ia tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh badan
sertifikasi AS FCC. Oleh karenanya dibuat perangkat RadarVision2 yang
memenuhi standar ini. Hanya saja, RadarVision2 cuma bisa mendeteksi
obyek yang jauhnya setengah dari jangkauan SoldierVision, yakni cuma 9
meter. Harganya sekitar US$ 20.000 atau sekitar Rp 200 juta.
Yang paling mutakhir, adalah perangkat besutan Camero, yang bernama
Xaver 800. Perangkat sebesar laptop itu mampu menghasilkan citra 3
dimensi dari obyek yang dipindai di balik dinding dalam jangkauan hingga
20 meter. Ia juga bisa dioperasikan dari jarak jauh, atau dibawa oleh
robot sehingga pengamat perangkat ini akan tetap terlindung dari bahaya.
Tak hanya mampu mendeteksi lokasi obyek di balik dinding, ia juga
mampu mengenali bentuk ruangan di balik dinding, tinggi maupun
pergerakan obyek yang diamati. Perangkat ini mendeteksi obyek dari balik
dinding dengan menggunakan sinyal ultra wide band (UWB)
Berdasarkan pantulan sinyal yang ia terima, ia merekonstruksikan
representasi 3 dimensinya ke dalam gambar visual. Namun, alat ini juga
punya kelemahan.
Ia hanya mampu menampilkan gambar berresolusi rendah, tidak seperti
gambar video. Tiap piksel pada teknologi TWS, tidak bisa menampilkan
gambar obyek asli secara akurat.
Maka, akan sangat sulit membedakan, apakah obyek di balik dinding
sedang menggenggam ponsel atau pistol. Ia juga tak mampu menembus dan
mendeteksi obyek yang berada di balik dinding berlapis metal. Selain
itu, ia juga
Walaupun demikian, mungkin dengan alat ini, Ibrohim bisa dilumpuhkan
lebih cepat dari 17 jam, atau bahkan mungkin bisa dibekuk tanpa perlu
membunuhnya, sehingga banyak keterangan penting yang bisa dikorek
darinya.
Akhirnya hari ini Kapolri mengumumkan identitas asli orang yang diduga sebagai Noordin M Top, Sabtu pekan lalu.
Kini jelas sudah, ternyata jenazah yang bersembunyi di dalam rumah di
Temanggung Jawa Tengah, itu ternyata bukan Noordin M Top, melainkan Ibrohim.
Polisi butuh waktu lebih dari 17 jam, 600 anggota tim antiteror
Detasemen Khusus 88, ratusan peluru yang dimuntahkan, serta tak kurang
dari lima bom berdaya ledak rendah untuk melumpuhkannya. Tapi ternyata, Ibrohim tewas akibat
satu luka di bagian punggung, yang itupun merupakan peluru pantulan.
Memang perlu kehati-hatian untuk membekuk Noordin yang dicurigai
selalu melilitkan rompi berbahan peledak di tubuhnya. Namun, andaikan
saja polisi menggunakan teknologi through-the-wall
surveillance (TWS), mungkin polisi tak perlu melalui drama
‘mencekam’ selama 17 jam untuk membekuk Ibrohim di dalam rumah.
Sesuai dengan artinya – alat mata-mata tembus dinding, teknologi TWS
mampu mengetahui lokasi dan gerak-gerik seseorang yang berada di balik
dinding rumah, baik dinding kayu, bata maupun beton.
Dengan teknologi ini, tentara atau penegak hukum bisa mengetahui
secara visual (dua dimensi maupun tiga
dimensi): berapa orang yang sedang berada di dalam rumah,
aktivitas apa yang sedang dilakukan, apakah bergerak atau diam.
Maka, alat ini sangat cocok untuk kegiatan penyelamatan penyanderaan
oleh teroris, atau penyergapan seperti kasus Temanggung, karena dapat
membantu polisi memperkecil resiko saat aksi dilakukan.
Dari jurnal yang dirilis oleh National Institute of Justice, badan
riset di Departemen Kehakiman Amerika Serikat, TWS sebenarnya sudah
mulai ada sejak lebih dari 10 tahun lalu.
Badan riset departemen pertahanan AS, Defense Advanced Research
Projects Agency (DARPA) telah menggunakan sebuah perangkat portabel
bernama Radar Scope Device di perang Irak.
Perangkat sebesar telepon dan berbobot 0,6 kg itu mampu mendeteksi
obyek manusia yang berada di balik dinding beton selebar 30 cm, hingga
jangkauan 15 meter. Belakangan, gadget yang ditenagai oleh dua baterai
AA itu diproyeksikan untuk digunakan pasukan SWAT serta penegak hukum di
negeri Abang Sam.
Kemudian DARPA juga membuat perangkat SoldierVision, yang mampu
menyediakan gambar dua dimensi yang menunjukkan obyek yang berada di
balik dinding beton dengan jarak jangkauan yang lebih besar, yakni 18
meter.
Sayangnya, ia tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh badan
sertifikasi AS FCC. Oleh karenanya dibuat perangkat RadarVision2 yang
memenuhi standar ini. Hanya saja, RadarVision2 cuma bisa mendeteksi
obyek yang jauhnya setengah dari jangkauan SoldierVision, yakni cuma 9
meter. Harganya sekitar US$ 20.000 atau sekitar Rp 200 juta.
Yang paling mutakhir, adalah perangkat besutan Camero, yang bernama
Xaver 800. Perangkat sebesar laptop itu mampu menghasilkan citra 3
dimensi dari obyek yang dipindai di balik dinding dalam jangkauan hingga
20 meter. Ia juga bisa dioperasikan dari jarak jauh, atau dibawa oleh
robot sehingga pengamat perangkat ini akan tetap terlindung dari bahaya.
Tak hanya mampu mendeteksi lokasi obyek di balik dinding, ia juga
mampu mengenali bentuk ruangan di balik dinding, tinggi maupun
pergerakan obyek yang diamati. Perangkat ini mendeteksi obyek dari balik
dinding dengan menggunakan sinyal ultra wide band (UWB)
Berdasarkan pantulan sinyal yang ia terima, ia merekonstruksikan
representasi 3 dimensinya ke dalam gambar visual. Namun, alat ini juga
punya kelemahan.
Ia hanya mampu menampilkan gambar berresolusi rendah, tidak seperti
gambar video. Tiap piksel pada teknologi TWS, tidak bisa menampilkan
gambar obyek asli secara akurat.
Maka, akan sangat sulit membedakan, apakah obyek di balik dinding
sedang menggenggam ponsel atau pistol. Ia juga tak mampu menembus dan
mendeteksi obyek yang berada di balik dinding berlapis metal. Selain
itu, ia juga
Walaupun demikian, mungkin dengan alat ini, Ibrohim bisa dilumpuhkan
lebih cepat dari 17 jam, atau bahkan mungkin bisa dibekuk tanpa perlu
membunuhnya, sehingga banyak keterangan penting yang bisa dikorek
darinya.
0 komentar:
Posting Komentar